BANDA ACEH_Harian-RI.com - Gubernur Aceh, diwakili Asisten Bidang Pemerintahan dan Keistimewaan Sekda Aceh, M Jafar mengharapkan penyusunan rancangan perubahan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2007 tentang Energi yang akan dilakukan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI bersama Pemerintah tidak mengenyampingkan keistimewaan Aceh yang tertuang dalam Undang-Undang nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh.
Di dalam Undang-Undang tersebut, juga mengatur keistimewaan Aceh dalam pengelolaan minyak dan gas bumi.
Hal tersebut disampaikan Jafar dalam pertemuan bersama antara Komite II DPD RI, dengan Pemerintah Aceh dan sejumlah perusahaan bidang energi, di Kantor Gubernur Aceh, Senin, (14/2/2022).
Jafar menyarankanm agar pada penutup dalam Undang-Undang Energi yang telah direvisi nantinya dapat dicantumkan satu norma yang menyatakan; Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku juga bagi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi Aceh, Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, sepanjang tidak diatur secara khusus dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur keistimewaan dan kekhususannya.
"Namun demikian, isu energi ini tentu tidak hanya terkait produksi atau sistem bagi hasil. Ada banyak hal lain yang perlu dibahas lebih dalam, seperti penggunaan energi baru dan terbarukan, pemerataan akses masyarakat terhadap energi, upaya mengatasi krisis energi, " kata Jafar.
Menurut Jafar, Undang-Undang Nomor 30 tahun 2007 layak direvisi agar bisa menjadi landasan hukum dalam menyikapi perkembangan energi ke depan.
Pengharapan yang sama juga disampaikan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, Mahdi Nur.
Ia mengharapkan, butiran regulasi baru hasil revisi Undang-Undang Energi nantinya tidak mempengaruhi keistimewaan Aceh dalam bidang energi.
Asisten I Setda Aceh, Dr M Jafar Rapat Kerja Bersama Komite II DPD RI dalam rangka Inventarisasi Materi Rancangan Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 Tentang Energi di Gedung Serbaguna Setda Aceh, Senin (14/2/2022).
Mahdi mencontohkan, seperti revisi Undang-Undang Nomor 9 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, dimana di penutup Undang-Undang tersebut mencantumkan ketentuan khusus bagi Aceh.
Sehingga keistimewaan Aceh tidak hilang.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komite II DPD RI, Abdullah Puteh, mengatakan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 merupakan kesepakatan pihaknya dan masuk dalam program legislasi nasional 2020-2024.
Kesepakatan perubahan tersebut didasari atas beberapa pertimbangan, antara lain, Undang-Undang Energi harus menciptakan iklim pengelolaan energi yang terpadu dan harmonis antar wilayah serta harus mencakup pengakuan dan pengaturan normatif terhadap energi sebagai sarana peningkatan ekonomi dan ketahanan energi.
"Mekanisme penyusunan perubahan Undang-Undang ini melalui beberapa tahapan, diantaranya menghimpun data inventarisasi bersama Pemerintah daerah dan segenap stakeholder, " ujar Abdullah Puteh.
Kegiatan yang dilaksanakan pihaknya tersebut dilakukan di tiga daerah, yaitu Aceh, Jawa Timur dan DKI. Ketiga provinsi ini dipilih karena memiliki sumber daya energi yang potensial.
"Kunjungan kerja Komite II di Aceh bertujuan untuk berdialog langsung dengan pemerintah daerah dan stakeholder terkait serta melihat langsung permasalahan dan sejauh mana Undang-Undang Energi diimplementasikan, " kata Abdullah.
Hadir dalam pertemuan tersebut, Asisten Bidang Pembangunan dan Perekonomian Setda Aceh, Junaidi, Kepala Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) Teuku Muhammad Faisal, Direktur PT PEMA, Zubir Sahim, perwakilan PT Pertamina, PT PLN, PT MIFA, PT Medco, PT ARUN, dan sejumlah Kepala SKPA terkait.(HR-RI.RED)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar