
BANDA ACEH_Harian -RI.com -
Pemerintah Pusat memberikan 200 ton minyak goreng curah untuk Aceh.
Minyak goreng tersebut sudah masuk sejak dua hari lalu melalui distributor untuk dipasarkan ke seluruh Aceh.
Minyak goreng sebanyak itu diberikan Pemerintah Pusat karena sekarang hampir semua kabupaten/kota di Aceh mengalami kelangkaan.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Kadisperindag) Aceh, Ir Mohd Tanwier, menyampaikan, selama ini pihaknya terus berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat terkait kelangkaan minyak goreng yang terjadi di Aceh dalam dua pekan terakhir.
Karena itu, menurutnya, Pemerintah Pusat memberikan 200 ton minyak goreng curah tersebut dan kini sudah mulai beredar di pasaran.
"Aceh baru kebagian 200 ton minyak goreng curah, sementara minyak goreng kemasan masih ada tolak tarik antara penyedia dan pemerintah.
Karena kebutuhan mendesak, maka kita diberikan kuota sekitar 200 ton untuk menyikapi kekosongan yang terjadi sekarang," kata Tanwier kepada Serambi saat dimintai tanggapannya soal kelangkaan minyak goreng yang terjadi di sejumlah kabupaten/kota di Aceh, Senin (14/2/2022).
Namun, sebut Tanwier, harga minyak goreng curah yang beredar di pasaran belum bisa disesuaikan dengan keinginan pemerintah yaitu Rp 11.500/liter.
Di tingkat distributor pemasaran, lanjutnya, harga minya goreng curah Rp 12.800/liter, sementara pedagang menjualnya Rp 13.600 hingga Rp 16.000/liter.
Hal ini karena ketersediaan minyak yang masih belum normal.
Penyebab harga yang tergolong mahal, kata Tanwier, karena harga kelapa sawit mahal.
Menyikapi hal itu, Pemerintah mengantisipasinya dengan mensubsidi harga kelapa sawit sebesar Rp 7,6 triliun.
"Di sini mungkin belum ada kesepakatan antara penyedia dan pemerintah," ujarnya.
Kadisperindag Aceh menambahkan, pihaknya juga akan mengadakan pasar murah pada Maret mendatang atau menjelang Ramadhan 1443 Hijriah.
Kegiatan tersebut, menurut Tanwier, dilaksanakan agar persediaan barang yang dibutuhkan masyarakat tercukupi dan harga kebutuhan pokok bisa stabil.
Sementara untuk sidak pasar, tambah Tanwier, sudah dilakukan ke wilayah barat Aceh dan saat ini sedang persiapan untuk dilakukan kegiatan serupa sama ke wilayah tengah dan timur Aceh.
Hasil temuan di lapangan, katanya, harga minyak goreng di pasaran belum mengikuti ketentuan yang ditetapkan pemerintah yaitu Rp 11.500/liter per 1 Februari 2022.
Rinciannya, sebut Tanwier, HET yang ditetapkan pemerintah untuk minyak goreng curah Rp 11.500/liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp 13.500/liter, dan minyak goreng kemasan premium Rp 14.000/liter.
Terkait hal itu, menurut Tanwier, beberapa hari lalu dibentuklah Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Aceh.
Sebab, dalam program minyak goreng kemasan satu harga itu, Kementerian Perdagangan menyerahkan pelaksanaan operasional di lapangan kepada Aprindo Pusat
Dengan adanya Aprindo Aceh, ia berharap Aceh bisa mendapatkan kuota minyak goreng subsidi satu harga Rp 14.000/liter/orang dari Kementerian Perdagangan.
"Harapan paling besar dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan di Aceh agar pada bulan puasa nanti harga minyak goreng sudah normal," harapnya.
Tanwier juga menyebutkan, Aceh yang mempunyai 60.000 hektare lahan kelapa sawit merupakan salah satu provinsi penghasil CPO terbanyak di Indonesia.
Yang disayangkan adalah Aceh memang memiliki produksi sawit yang tinggi dan CPO-nya juga lumanyan, tapi provindi ini tidak memiliki pabrik minyak goreng.
“Pemerintah sudah menyiapkan beberapa lahan untuk lokasi industri dan diberi kesempatan untuk pengusaha-pengusaha lokal atau luar daerah untuk berinvestasi dengan membangun pabrik minyak goreng di Aceh," demikian Mohd Tanwier.
Anggota DPRA: Stop Kirim CPO ke Luar Aceh
Anggota Komisi III DPRA, Asrizal H Asnawi, meminta Pemerintah Aceh dan jajarannya untuk menyetop sementara pengiriman Crude Palm Oil (CPO) atau minyak nabati kelapa sawit dari Aceh ke luar daerah.
Ia bahkan meminta Polda Aceh dan jajaran untuk menutup sementara perbatasan Aceh-Sumatera Utara (Sumut) agar tak ada pengiriman CPO ke luar Aceh.
Permintaan itu disampaikan Asrizal menyahuti persoalan yang sedang dirasakan masyarakat Aceh saat ini yakni langka dan mahalnya minyak goreng--baik kemasan maupun curah--di seluruh kabupaten/kota.
Menurutnya, Aceh merupakan salah satu provinsi penghasil minyak nabati kelapa sawit yang lumayan tinggi.
Namun, sambung Asrizal, kenyataannya saat ini adalah minyak goreng yang merupakan salah satu olahan turunan CPO bisa langka dan harganya terus meroket.
Untuk itu, ia meminta agar CPO dari Aceh tidak dikirim ke luar Aceh untuk sementara waktu.
Hal tersebut sebagai bentuk protes masyarakat Aceh atas kondisi langkanya minyak goreng pada saat ini.
"Saya minta Pemerintah Aceh dan jajarannya, termasuk Polda Aceh untuk menutup sementara akses pengiriman CPO dari Aceh ke luar daerah dengan cara menutup perbatasan," kata Asrizal kepada media, Senin (14/2/2022).
Kenapa? Sebagai daerah penghasil minyak sawit yang lumayan besar, rasanya jadi aneh jika di Aceh harga minyak goreng naik cukup tinggi yang mencapai 22 ribu rupiah per liter.
Sementara kita tahu, harga kelapa sawit di level petani masih dua ribuan rupiah per kilogram," tambahnya.
Asrizal menengarai, langka dan mahalnya harga minyak goreng karena ada pihak yang bermain.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini mencurigai adanya mafia di level pengolahan.
"Mungkin ada mafia di tingkat pengelohan, sehingga tidak dibuat atau tak diolah menjadi minyak goreng," kata dia.
Menurutnya, minyak goreng merupakan salah satu turunan olahan CPO yang tak begitu menjanjikan bagi pengusaha atau perusahaan.
"CPO lebih menguntungkan jika diolah jadi kosmetik mungkin.
Makanya, kita berharap pengusaha tak terlalu mengejar keuntungan.
Tapi, pikir juga masyarakat yang mana minyak goreng merupakan kebutuhan primer rumah tangga," harap Asrizal.
Apalagi, tambahnya, saat ini kondisi ekonomi masyarakat belum normal karena masih dalam pemulihan dari dampak pandemi Covid-19.
"Kondisi ekonomi masyarakat belum normal, masa harus belanja dengan harga tidak normal," ujarnya.
Terakhir, Asrizal mengatakan, pernyataan itu ia disampaikan agar menjadi perhatian Pemerintah Pusat.
"Bahwa minyak goreng di Aceh sudah kritis.
Aceh yang banyak kebun sawit tapi bisa-bisanya minyak goreng langka dan mahal.
Kita juga minta Polda Aceh untuk menyelidiki jika ada pihak-pihak yang sengaja menimbun CPO untuk diolah menjadi produk lain selain minyak goreng," pungkas Asrizal.
Ketua Komisi II DPRA, Irpannusir, menyatakan, kelangkaan minyak goreng curah dan kemasan yang terjadi di Aceh dalam dua pekan terakhir merupakan imbas dari kebijakan minyak goreng kemasan satu harga yang ditetapkan Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI yaitu Rp 14.000/liter/bungkus/orang.
" Karena penetapan minyak goreng kemasan satu harga tidak dilakukan dari hulu sampai ke hilir dan lintas intansi, maka kebijakan itu berjalan pincang," kata Irpannusir kepada media, Senin (14/2/2022) ketika dimintai penjelasannya terkait kelangkaan minyak goreng di Aceh dalam dua pekan terakhir.
Menurutnya, kebijakan minyak goreng kemasan satu harga yang dikeluarkan Kemendag bulan lalu seharusnya dikoordinasikan dan dipersiapkan lebih dulu dengan produsen.
Kesiapan produsen minyak goreng--baik yang kemasan maupun curah--yang ada di daerah, lanjut Irpannusir, seharusnya dimintai terlebih dulu, terutama soal stok dan cara pendistribusian minyak goreng bersubsidi dari produsen kepada penyalur, serta pedagangan grosir dan eceran.
Sehingga, pelaksanaan ‘tidak pincang’ seperti saat ini.
Untuk pelaksanaan kebijakan minyak goreng kemasan satu harga, katanya, Kemendag menyerahkan kepada Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo).
Sementara kepengurusan Aprindo di Aceh, setelah Supermarket Pante Pirak tidak ada lagi, tak ada yang melanjutkan.
Masalah kedua, lanjut Irpannusir, konsumen tidak hanya ibu rumah tangga yang butuh minyak goreng dua liter dalam seminggu, tapi yang paling banyak adalah UMKM yang bergerak di bidang usaha gorengan.
Seperti pedagang pisang goreng, tahu goreng, kentang goreng, dan lain-lain.
Pedagang itu yang di Aceh jumlahnya mencapai ratusan ribu orang membutuhkan minyak goreng minimal 10-20 kilogram (Kg) per hari.
Tumpuan dan harapan suplai minyak goreng kepada pedagangan gorengan itu, kata Irpannusir, adalah dari penyalur dan pedagang minyak goreng curah.
Kalau penyalur tidak memasukkan minyak goreng curah ke pasar, dapat dipastikan minyak goreng curah akan langka di pasaran dan pedagan gorengan akan banyak yang berhenti berjualan.
Menurut Irpannusir, eksekutif dan legislatif harus duduk membahas masalah kelangkaan minyak goreng sebagai imbas dari kebijakan pemerintah yang belum menyeluruh.
Satgas Pangan Aceh, katanya, bersama Diperindag Aceh perlu mengundang penyalur minyak goreng curah untuk mencari solusi terhadap kelangkaan minyak goreng curah dan kemasan di Aceh.
Pada saat pertemuan, kata Irpannusir, harus diminta saran dari pengusaha penyalur minyak goreng apa aksi dan strategi yang perlu dilakukan bersama agar pendistribudian minyak goreng curah dan kemasan di Aceh berjalan lancar dan bisa memenuhi kebutuhan masyarakat.
“Jangan seperti sekarang, minyak kemasan satu harga Rp 14.000/liter hanya bisa dibeli di supermarket.
Sementara di toko kelontong umum, pasar, dan supermarket lokal, tak ada yang menjual minyak kemasan satu harga Rp 14.000/liter dan minyak goreng curah Rp 11.500/liter,” ungkapnya.
Setelah mendengar saran dan usul dari penyalur, menurut Irpannusir, baru Tim Satgas Pangan Aceh melakukan tindak lanjut.
“Jika tak ada pertemuan dan sikap yang solutif, maka kelangkaan minyak goreng curah dan kemasan di Aceh akan terus berlanjut," ujar Irpannusir. (HR-RI.RED))
Tidak ada komentar:
Posting Komentar