Lhokseumawe_Harian-RI.com
Nur Fajri, seorang pria asal Paya Leupah, Kecamatan Simpang Keuramat, Aceh Utara dalam keseharian, dirinya hanya mencari nafkah dengan membantu petani lainnya turun ke sawah.
Namun khusus pada Bulan Ramadhan, dirinya pun mencari nafkah dengan menjual air tebu.
Ia pun membuka lapak dengan berjualan saban hari di Jalan Malikussaleh Lhokseumawe.
Namun uniknya, disaat penjual tebu lainya memeras air tebu dengan memggunakan mesin, Fajri malah tetap memeras tebu dengan alat tradisonal, yakni alat yang dikenal di Aceh dengan nama "Nyeuh teubee".
Fajri, kepada Harian-RI.com, menyebutkan, dirinya tetap memeras tebu dengan alat tradisional dikarenakan demi kepuasan pelanggan.
Alasannya, dengan alat tradisonal, rasa air tebu lebih nikmat.
"Air yang ke luar adalah sari pati tebu. Lalu dengan alat ini, ampas yang tercampur dengan air pun sangat dikit," katanya.
Diakuinya, pada Ramadhan tahun lalu, dirinya sempat memeras tebu dengan mesin.
Tapi pelanggannya pada protes, karena rasanya sudah beda.
"Puasa tahun lalu hanya sekitar satu pekan, cuma pakai mesin. Setelah itu langsung saya peras lagi dengan alat tradisonal ini. Supaya pelanggan tetap puas dengan air tebu saya," katanya.
Meskipum dia memeras tebu dengan banyak menghabiskan tenaga, air tebu tetap dijual dengan harga Rp 3.000 per bungkus. "
Alhamdulillah, saya dapat keuntungan rata-rata Rp 50 ribu per hari. Terpenting, meskipun untung dikit, pelanggan puas," pungkasnya sambil tersenyum.(HR-RI_BAIHAQI)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar