Banda Aceh_Harian-RI.com
Ketika Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (Komda LP-KPK) Provinsi Aceh Ketua Eksekutif Ibnu Khatab, menilainya Kinerja Aparat Penegak Hukum APH masih Lemah, tentang penanganan Dugaan Pelanggaran atas Perbuatan eks Bupati Kabupaten Bener Meriah Ahmadi cs yang jelas terjerat menurut Hukum.
Pernyataan Ketua Eksekutif Komda LP-KPK Provinsi Aceh Ibnu Khatab, mengatakan dan mengutip Sumber pada media dialeksis.com dan detik.com beredar tentang dugaan terjerat hukum atas eks Bupati Kabupaten Bener Meriah Ahmadi cs. Seharusnya ditahan kenapa tahanan luar (Ada Apa).? pada media ini pada hari Sabtu Tanggal 28/5/2022.
"Menurut hemat Ibnu, Bahwa ada proses yang diduga janggal terhadap wajib lapor yang dikenakan pada Ahmadi eks Bupati Kabupaten Bener Meriah. dan pantauannya pria berinisial S setelah dilakukan operasi tangkap tangan OTT, seharusnya penyidik bisa langsung menetapkan pelaku menjadi tersangka dan melakukan penahanan terhadap para pelaku bukan justru melepas pelaku dan menjadikan mereka wajib lapor".
Kemudian, syarat penetapan tersangka sudah diatur dalam KUHAP yang telah disempurnakan dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, dimana dalam putusan tersebut dijelaskan penetapan tersangka harus berdasarkan (1) minimal 2 (dua) alat bukti sebagaimana termuat dalam pasal 184 KUHAP dan (2) disertai dengan pemeriksaan calon tersangka. Ujarnya
"Bunyi Pasal 21 ayat (1) KUHAP menyatakan, Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan/atau mengulangi tindak pidana.”
Selanjutnya Ketua Eksekutif Komda LP-KPK Aceh Meminta kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK melalui Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera, harus terbuka kepada publik terkait penanganan perkara penjualan kulit harimau tersebut. sehingga publik bisa mengetahui terkait dengan proses hukum terhadap para pelaku, jadi jangan ada yang ditutup tutupi. Katanya
"Sambung Ibnu, sebagaimana kita ketahui perbuatan pelaku telah diatur dalam Pasal 21 Ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. berbunyi, "Setiap orang dilarang memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian satwa tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia" terangnya
Kemudian tambah Ibnu di dalam Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya juga berbunyi, "Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100,000.000,- (seratus juta rupiah). Tegasnya
Ibnu Khatab meminta kepada Kapolda Aceh tegas Panggil Kepala Balai Gakkum KLHK Sumatera Utara diminta keterangan, dan ambil alih Kasus dugaan Perdagangan Kulit Harimau. Kami Mengharapkan aparat penegak hukum APH Diaceh, petugasnya benar-benar dapat menunjukkan Supremasi Hukum SH dalam wilayah hukum provinsi Aceh untuk ditegakkan, tutupnya.(Fadly P.B)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar