Aceh Tenggara_Harian-RI.com
Kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) untuk penguatan kapasitas aparatur desa (Pengulu) dan perangkat desa yang dilaksanakan oleh ratusan desa (Kute) di Aceh Tenggara dinilai tidak tepat dan menghamburkan uang negara.
Akibatnya, kegiatan yang diprakarsai Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) menjadi sorotan di kalangan publik. Pasalnya tudingan tersebut bukan tidak beralasan, kegiatan bimtek tersebut tidak mendatangkan manfaat yang positif kepada masyarakat desa.
Sebab hampir setiap tahun di Aceh Tenggara kerap melakukan kegiatan bimtek yang ambil dari Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes) dan terkesan menghambur-hamburkan uang belaka.
Berdasar kan informasi yang dihimpun media ini, kegiatan bimtek tersebut dilaksanakan sejak tanggal 20-22 Juni 2022 di masing-masing kecamatan di kabupaten Aceh Tenggara. Kegiatan bimtek ini di fasilitasi oleh seluruh Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD).
Buktinya kehadiran para seluruh Kades di kecamatan Babussalam melaksanakan kegiatan bimtek di Hotel Sartika Jalan Mbarung-Kutacane dengan menghadirkan Ketua DPRK, Kajari, Dandim 0108 dan Camat setempat.
Ironisnya dari informasi yang dihimpun bahwa biaya kegiatan bimtek penguatan kapasitas aparatur desa ini bervariasi seperti, untuk Kecamatan Leuser Rp 25 juta rupiah per desa, Ketambe Rp 10 juta rupiah per desa, Bukit Tusam Rp 17 juta rupiah, Babussalam Rp 9,5 juta rupiah per desa.
Menanggapi kegiatan bimtek yang diduga sebagai ajang bisnis atau penghamburan uang negara, Praktisi hukum M Purba SH kepada media ini via pesan WhatsApp mengatakan kegiatan bimbingan teknis Peningkatan Kapasitas dan Kinerja Aparatur Pemerintah Desa (Pengulu), dianggap hanya sebagai penghamburan uang negara saja.
Apa lagi, kata dia, saat ini masih situasi Covid-19. Seharusnya anggaran dana desa tersebut bukan untuk dihamburkan, akan tetapi untuk membuat sejumlah program untuk mensejahterakan rakyat desa secara umum.
Misalnya untuk Strategi Pemulihan Ekonomi Masyarakat Desa dalam Situasi Pandemi Covid-19 melalui Bumdes.
Desa di Aceh Tenggara kerap melakukan kegiatan bimtek. Namun terkesan saat pembuatan RPJMD maupun pelaporan keuangan desa, mereka tetap saja memperdayakan jasa pihak lain atau pihak ketiga.
Jadi untuk apa kegiatan bimtek tersebut yang menelan keuangan desa mencapai puluhan juta rupiah per desa. Papar M Purba SH.
Sementara itu, salah seorang kepala desa (Pengulu) di Aceh Tenggara, yang tak ingin ditulis namanya kepada media ini menyebutkan, sebagai kepala desa mereka hanya bisa mengikuti saja meski dana desa telah terkurang untuk BLT dan ketahanan pangan.
"kami sebagai kepala desa hanya mengikuti saja, kendatipun peruntukan anggaran dana desa sudah terkuras untuk beberapa item kegiatan seperti untuk dana BLT, ketahanan pangan, dan lainnya. Namun ini sudah merupakan arahan, Jadi harus kami ikuti." Ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar