Jakarta_Harian-RI.com-
Machfud MD mengusulkan agar koruptor itu dihukum mati, tanpa embel-embel jika negara dalam keadaan krisis. Lha, sekarang ini, kalau mau jujur, negara sudah dalam keadaan krisis. Bahkan, Menko Polhukam dalam berbagai kesempatan pun mengusulkan agar cara pembuktian terbalik kepada mereka yang diduga telah melakukan tindak pidana korupsi itu juga diberlakukan.
Misalnya ada pegawai negeri sipil yang cuma bekerja di kelurahan saja bisa punya mobil mewah, itu dari mana. Harus diperiksa asal usulnya. Jika yang bersangkutan tak mampu membuktikannya dalam tempo dua minggu, orang itu patut dihukum dan hartanya yang berjumlah tidak wajar itu disita oleh negara.
Agaknya, kalau cara pembuktian terbalik ini diberlakukan, maka kekayaan negara akan melesat pesat bertambah. Dan kondisi krisis seperti yang diungkap Menkeu Sri Mulyani Indrawati pun bisa diatasi.
Tampaknya, gebrakan ini bisa dilakukan bareng dengan reformasi Polri, sehingga korupsi, kolusi dan suap menyuap hingga level terendah bisa dibersihkan. Jika tidak, tradisi ngemel di jalan raya yang membebani kendaraan khususnya angkutan barang masih terus terjadi. Akibatnya nilai harga barang bawaan itu juga terpaksa dinaikkan harganya. Muaranya, ya rakyat juga yang tercekik dan menderita.
Begitu juga soal perizinan yang melibatkan pejabat dalam birokrasi. Mulai dari perizinan untuk penggunaan lahan, mendirikan bangunan atau usaha, sampai ijin membuka lahan, tak luput dari uang pelicin, bila tak hendak dibuat susah.
Korupsi tidak lagi berjamaah, tapi sudah menjadi semacam sindikat atau mavia di semua institusi utama yang terkait dengan ekonomi dan hukum, kata Machfud MD juga. Karena memang tidak cuma di Kepolisian saja, tapi juga di Kejaksaan, Kehakiman, DPR dan MPR RI dan semua instansi pemerintah. Pendek kata, korupsi telah menjadi semacam wabah, kalau tidak boleh disebut budaya yang tidak lagi jamak bila tak terjadi dan tidak dilakukan. Karena itu, Menko Polhukam tegas meminta koruptor di hukum mati saja tanpa harus menimbang jika negara dalam keadaan krisis, seperti yang disebut dengan logika yang membingungkan dalam UU Tentang Tindak Pidana Korupsi.
Logika hukumnya memang benar mengapa koruptor baru bisa dihukum mati setelah negara dalam keadaan krisis. Karena logika hukum seperti itu di Indonesia baru akan diberlakukan hukuman mati kepada koruptor, ketika Indonesia sudah mengalami krisis. Padahal, koruptor harus diberantas justru agar Indonesia tidak sampai mengalami krisis.
Artinya, Indonesia harus dibuat krisis terlebih dahulu agar para maling dan perampok duit rakyat itu bisa dihukum mati. Jadi sungguh naib dan tidak logik. Maja itu wajar, logika dungu seperti itu patut diduga sebagai bagian dari cara para oligarki untuk melindungi para koruptor Dan melakukan perselongkokolan.
Dalam kasus "Drama Dari Duren Tiga" misalnya Amin Rais justru melihat tragedi itu telah sangat menghancurkan kepercayaan rakyat pada institusi Polri. Padahal, apapun yang telah terjadi tidak lagi ada gunanya untuk disesali, karena yang lebih penting dari peristiwa itu sekarang adalah memetik hikmah dengan bijak, untuk menjadi pelajaran agar tidak kembali terjadi kedunguan yang lebih biadab. Sehingga dari peristiwa keji itu pun bisa dijadikan momentum yang baik untuk mulai mereformasi institusi Polri. Bukan cuma serius untuk memberantas judi, narkoba, usaha ilegal dan pungutan liar di jalan raya, tetapi juga membuktikan bahwa fungsi dan tugas mulia Polri itu subgguh terhormat serta patut dikunjungi oleh semua warga masyarakat.
Toh, tugas mulia Polri itu jika benar dijalankan adalah (a) memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; (b) menegakkan hukum; dan (c) memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Seperti tertera jelas dalam pasal 13 Tugas Pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Jadi sikap yang bijak untuk dapat menghadapi semua peristiwa yang sudah terlanjur terjadi, patut dan perlu disikapi dengan jiwa yang besar. Tak perlu pesimis dan sinis. Karena rakyat masih punya harapan agar Polri dapat membenahi diri dengan kejadian yang sudah terlalu banyak mencoreng wajahnya. Begitu juga peran Polri untuk mencegah dan memberantas korupsi, yang dulu menjadi bagian dari tugas pokok utamanya. Sehingga, dalam momentum reformasi Polri ini, peran yang telah diambil oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) itu pun dapat segera dikembalikan pada Kepolisian.
Momentum yang baik bagi Polri untuk berbenah ini, sangat mampu dilakukan oleh Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo untuk menyampul purna tugasnya kelak yang akan selalu dikenang oleh seluruh warga bangsa Indonesia, seperti Jendral Hoegeng Imam Santoso. Karena kemuliaan manusia di dunia ini sepanjang hidupnya, hanya sekedar melukis perjalanan hidup yang baik atau sebaliknya.(HR-RI.Jujur Sitanggang)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar