Banda Aceh_Harian-RI.com
Tim Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh telah menyelesaikan draf revisi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA), dan sudah diserahkan kepada pimpinan DPR Aceh.
“Nanti setelah ada sosialisasi di daerah-daerah, maka akan kita finalisasi lagi di DPR Aceh,” kata Ketua DPR Aceh Saiful Bahri, di Banda Aceh, Selasa.
Saiful menyampaikan, penyerahan naskah akademik dan presentasi draf revisi UU RI Nomor 11 Tahun 2006 tersebut merupakan tindak lanjut dari rapat-rapat yang pernah digelar tim advokasi UUPA.
Saiful mengatakan, meski draf sudah disiapkan, DPR Aceh masih membuka ruang bagi masyarakat Aceh untuk memberi masukan terhadap pasal-pasal dalam UUPA yang dianggap melemahkan kewenangan daerah tersebut.
"Jadi ini belum final, ini masih draf sementara, kita masih memberikan ruang dan masukan masyarakat," ujar politikus Partai Aceh itu.
Saiful menambahkan, kewenangan merevisi UU RI Nomor 11 Tahun 2006 berada di DPR RI. Sementara DPR Aceh, hanya membuat Daftar Isian Masalah (DIM) tentang hal apa saja yang dianggap tidak sesuai dengan kewenangan dan butir-butir perjanjian damai di MoU Helsinki 2005 silam.
“Kita bersama-sama telah menjumpai DPR RI untuk mempertanyakan tujuan revisi UU RI Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh. Apakah untuk memperkuat kewenangan Aceh atau justru sebaliknya,” katanya.
Dalam pertemuan dengan Banleg DPR RI, lanjut Saiful, pihaknya mendapat masukan positif terkait wacana merevisi UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh.
Di mana, Banleg DPR RI berkeinginan agar Aceh maju dan mendapat kewenangan seperti yang disepakati dalam MoU Helsinki.
“Maka kita harapkan partisipasi penuh dari semua anggota DPR Aceh dan masyarakat Aceh. Naskah akademik dan draft revisi UUPA kita harapkan sudah sesuai keinginan rakyat Aceh,” kata Saiful Bahri.
Sementara itu, Juru Bicara Tim USK Banda Aceh UUPA Prof Faisal A Rani mengatakan bahwa pihaknya telah menilai ulang tentang sistem Pemerintahan Aceh di dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Selain itu, tim juga menempatkan UUPA di dalam sistem hukum nasional.
Tim USK juga mendapatkan bahwa dalam UUPA terdapat beberapa pasal, khususnya terkait dengan penyerahan wewenang, selalu dikunci berdasarkan norma standar.
“Selalu dikunci dengan aturan perundang-undangan. Ini menjadi hambatan kita,” kata Prof Faisal A Rani.
Menurutnya, akibat adanya frasa yang mengikat tersebut dalam beberapa pasal UUPA, maka mengakibatkan UU itu digerogoti atau tereliminir dengan berlakunya UU baru.
“Ini yang banyak kita hambatan di dalam pelaksanaan, begitu kita ingin melaksanakan, itu selalu diuji dengan sistem hukum nasional. Karena itu kita menempatkan UUPA sebagai subsistem dari sistem hukum nasional," ujar Prof Faisal.
Untuk diketahui, Banleg DPR RI telah menyetujui dan memasukkan rencana revisi UUPA tersebut telah masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) 2023. Karenanya Aceh ikut melakukan kajian secara khusus.
“Nanti setelah ada sosialisasi di daerah-daerah, maka akan kita finalisasi lagi di DPR Aceh,” kata Ketua DPR Aceh Saiful Bahri, di Banda Aceh, Selasa.
Saiful menyampaikan, penyerahan naskah akademik dan presentasi draf revisi UU RI Nomor 11 Tahun 2006 tersebut merupakan tindak lanjut dari rapat-rapat yang pernah digelar tim advokasi UUPA.
Saiful mengatakan, meski draf sudah disiapkan, DPR Aceh masih membuka ruang bagi masyarakat Aceh untuk memberi masukan terhadap pasal-pasal dalam UUPA yang dianggap melemahkan kewenangan daerah tersebut.
"Jadi ini belum final, ini masih draf sementara, kita masih memberikan ruang dan masukan masyarakat," ujar politikus Partai Aceh itu.
Saiful menambahkan, kewenangan merevisi UU RI Nomor 11 Tahun 2006 berada di DPR RI. Sementara DPR Aceh, hanya membuat Daftar Isian Masalah (DIM) tentang hal apa saja yang dianggap tidak sesuai dengan kewenangan dan butir-butir perjanjian damai di MoU Helsinki 2005 silam.
“Kita bersama-sama telah menjumpai DPR RI untuk mempertanyakan tujuan revisi UU RI Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh. Apakah untuk memperkuat kewenangan Aceh atau justru sebaliknya,” katanya.
Dalam pertemuan dengan Banleg DPR RI, lanjut Saiful, pihaknya mendapat masukan positif terkait wacana merevisi UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh.
Di mana, Banleg DPR RI berkeinginan agar Aceh maju dan mendapat kewenangan seperti yang disepakati dalam MoU Helsinki.
“Maka kita harapkan partisipasi penuh dari semua anggota DPR Aceh dan masyarakat Aceh. Naskah akademik dan draft revisi UUPA kita harapkan sudah sesuai keinginan rakyat Aceh,” kata Saiful Bahri.
Sementara itu, Juru Bicara Tim USK Banda Aceh UUPA Prof Faisal A Rani mengatakan bahwa pihaknya telah menilai ulang tentang sistem Pemerintahan Aceh di dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Selain itu, tim juga menempatkan UUPA di dalam sistem hukum nasional.
Tim USK juga mendapatkan bahwa dalam UUPA terdapat beberapa pasal, khususnya terkait dengan penyerahan wewenang, selalu dikunci berdasarkan norma standar.
“Selalu dikunci dengan aturan perundang-undangan. Ini menjadi hambatan kita,” kata Prof Faisal A Rani.
Menurutnya, akibat adanya frasa yang mengikat tersebut dalam beberapa pasal UUPA, maka mengakibatkan UU itu digerogoti atau tereliminir dengan berlakunya UU baru.
“Ini yang banyak kita hambatan di dalam pelaksanaan, begitu kita ingin melaksanakan, itu selalu diuji dengan sistem hukum nasional. Karena itu kita menempatkan UUPA sebagai subsistem dari sistem hukum nasional," ujar Prof Faisal.
Untuk diketahui, Banleg DPR RI telah menyetujui dan memasukkan rencana revisi UUPA tersebut telah masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) 2023. Karenanya Aceh ikut melakukan kajian secara khusus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar