Batam_Harian-RI.com
Beberapa waktu lalu bertempat di wilayah Batam Center kepada Ketua Alarm Indonesia Antoni akhirnya angkat bicara terkait penangkapan bapak anak inisial Meyer Suheri Situmeang dan Michael Situmeang alias Koko. Penangkapan yang terjadi pada sabtu tanggal 18/12/2022 di Pelabuhan Batam Centre menurut Antoni murni berasal dari informasi Alarm Indonesia. Bukan sudah di targetkan oleh pihak kepolisian.
“ Kami memang menyusupkan anggota investigasi ALARM INDONESIA untuk menyamar menjadi pencari kerja dengan tujuan Kamboja. Butuh waktu sekitar tiga bulan bagi kami untuk bisa menyusup ke dalam jaringan yang di kelola dengan sangat rapi tersebut. Akhirnya, setelah berkoordinasi dengan APH pada tanggal 17 Desember 2022, upaya penyelundupan orang tersebut berhasil bersama kami gagalkan.” Demikian Antoni memberikan keterangan.
Antoni menjelaskan bahwa dalam jaringan Kamboja tersebut, tokoh yang berperan penting dalam melakukan recruitmen adalah seorang wanita bernama Risma. Wanita ini menggunakan nomor Kamboja untuk melakukan komunikasi dengan calon – calon korban. Calon korban di iming – imingi dengan gaji Rp 12 juta / bulan plus di beri makan dan tempat tinggal. Kerjanya, operator judi online.
Calon Korban yang tidak memiliki passport, akan dibikinkan passport. Risma ternyata punya jaringan yang mampu menembus kantor Imigrasi. Melewati seseorang berinisial ALX, Pasport dengan mudah di buatkan melewati salah satu kantor Imigrasi di Kepri. Tidak hanya passport, kartu vaksin sampai dosis tiga mampu di atur untuk bisa di “tembak”.
Setelah selesai urusan passport, korban kemudian menunggu informasi lebih lanjut dan masuk ke dalam grup WA yang sudah di sediakan. Di grup inilah informasi terkait apa yang harus di lakukan, siapa yang harus di hubungi, tehnis melewati pelabuhan mulai dari Batam sampai ke Singapura dan changi di lakukan. Dari pengakuan korban, terkuak dua nama pengurus yang sampai sekarang belum berhasil terungkap tetapi di sinyalir berada di seputaran Batam. Yaitu David dan Fernando.
Menjelang keberangkatan, David mengatur agar korban berkumpul di satu titik di Hotel daerah Batu Aji. Di sini korban sebelum berangkat ke Hotel di minta untuk menghubungi inisial Meyer. Meyer mengatur di kamar mana mereka harus masuk. Meyer ternyata tidak sendiri, masih ada beberapa orang yang ternyata ikut menjadi bagian dari tim kamboja tersebut. Orang lain yang dimaksud kuat dugaan adalah Iwan, yang sampai detik ini masih bebas.
Pukul 02.00 WIB, Meyer meminta seluruh korban untuk mengganti nomor HP dengan nomor telkomsel dan mengisi pulsa Rp 100.000,-. Gunanya untuk komunikasi setiba di changi dan kamboja. Pukul 04.00 subuh korban di bawa menuju ke Terminal fery Batam Centre untuk di berangkatkan dengan dengan feri pertama menuju Singapura. Tentunya, tim ALARM sudah berada di sana untuk mengantisipasi. Sebelum masuk ke ruang keberangkatan, satu persatu korban dan jaringan kamboja di amankan.
“ Saat itu yang melakukan penangkapan adalah Iptu Noval bersama dengan anggota BIN. Kami berjaga – jaga di lokasi dan melihat persis proses penangkapan yang berlaku. Untuk hal ini kami turut mengucapkan salut atas kinerja Iptu Noval dan anggota BIN. Penangkapan di lakukan dengan professional dan tidak menimbulkan keributan sama sekali. “ tutur Antoni.
Yang sangat di sayangkan Antoni adalah publikasi yang dilakukan Polsek KKP tanpa koordinasi dengan ALARM. “ Jadi ini judulnya telor mata sapi. Ayam punya telor, Sapi punya nama. Kami sudah bantu Negara, tapi begitu publikasi seolah mereka yang punya kerja. Yang lain tak ada. Mereka dapat penghargaan, karir bisa naik, nah ALARM dapat apa ? Ini bukan kerja sosial.” Senggah Antoni.
“ Dengan kejadian ini, kami cuma mau membuktikan bahwa sebenarnya tidak sulit untuk membongkar jaringan pengiriman manusia ini. ALARM INDONESIA tidak di gaji oleh Negara, tidak memiliki anggaran, tetapi mampu melakukan kerja penyusupan untuk membongkar jaringan penjualan manusia ke Kamboja. Terus, yang katanya sudah di gaji Negara dan memiliki tim intel dengan kemampuan deteksi luar biasa, apa kerjanya ? Berapa banyak korban yang sudah lolos ? Siapa yang harus bertanggung jawab terhadap masalah ini ? “ demikian Antoni mempertanyakan.
Begitupun, Antoni berharap agar kinerja unit – unit yang menangani TPPO ( Tindak Pidana Perdagangan Orang ) ini agar lebih baik ke depannya. “ Cukup sudah main – main, sekarang bekerjalah untuk Negara dengan serius. Tidak sulit dengan tidak mau itu gendangnya berbeda. Tidak sulit berarti bisa di lakukan, ALARM sudah membuktikan itu. Tidak mau ? nah itu tanda tanya. Apa sudah menjadi bagian dari jaringan perdagangan orang ? Saya akan berkirim surat ke Presiden dan instansi terkait untuk meminta agar masalah pengiriman orang ini di berangus sampai tuntas. Kasihan warga kita, jadi korban penipuan. Ada yang tidak kedengaran lagi kabarnya. “ demikian Antoni menutup pernyataannya. (Nur)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar