Banda aceh_Harian-RI.com | PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) adalah salah satu bank syariah yang baru beroperasi di Indonesia mulai 1 Februari 2021. Namun demikian, kita tidak bisa meremehkan sama sekali keberadaan BSI karena BSI merupakan bank syariah terbesar di Indonesia. BSI merupakan merger dari tiga bank syariah BUMN, yaitu Bank BRI Syariah (BRIS) dengan 17,25% saham, Bank BNI Syariah (BNIS) dengan 24,85% saham, dan Bank Syariah Mandiri (BSM) dengan 50,83% saham. Dengan merger ketiga bank syariah ini diharapkan potensi perekonomian syariah di negeri ini dapat lebih digali, didorong, dan diperkuat fungsinya oleh BSI.
Hal ini tentu saja bukan omong kosong semata. Dukungan pemerintah terhadap ekosistem industri halal dan penduduk Indonesia yang mayoritas muslim dapat menjadi faktor pendukung yang kuat untuk mewujudkan harapan tersebut.
Dalam konteks ini, peran dan kerjasama yang baik dan erat antara ulama dan umara’ (pemimpin) untuk menginisiasi adanya Qanun dalam rangka penerapan prinsip-prinsip syariah pada setiap sendi kehidupan masyarakat juga sangat penting. Dalam perspektif ini kita tidak hanya membicarakan mengenai aspek hukum syariah, namun juga ekosistem ekonomi syariah di dalamnya.
Keterpaduan antara ulama dan umara’ tentu menjadi hal positif dalam mendukung, mendorong, dan memperkuat implementasi ekonomi syariah tersebut.
BSI Region Aceh: So Special
Sementara itu, BSI di Provinsi Aceh tentu memiliki keunikan tersendiri. Dari sisi aset, BSI di luar provinsi Aceh hanya merupakan gabungan dari ketiga bank syariah di atas. Sedangkan khusus di Provinsi Aceh, dengan lahirnya Qanun (Perda) Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah maka bank-bank konvensional dari ketiga bank tersebut (Bank BRI, Bank BNI, dan Bank Mandiri) ikut menjadi bagian dari merger menjadi BSI Region Aceh. Mengapa demikian? Karena telah ditegaskan dalam Qanun Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pokok-pokok Syariat Islam bahwa lembaga keuangan yang beroperasi di Provinsi Aceh wajib dilaksanakan berdasarkan prinsip syariah.
Selanjutnya, BSI Region Aceh selama kurang lebih dua tahun beroperasi telah melakukan berbagai pengembangan dan peningkatan produk dan layanan kepada masyarakat Aceh. Menurut Regional CEO BSI Region 1 Aceh, Wisnu Sunandar, selama tahun 2022 kapasitas layanan BSI Region Aceh terus diperkuat. Jumlah ATM BSI saat ini mencapai 693 unit ATM yang juga ditunjang dengan mesin EDC Merchant sejumlah 906 unit (meningkat signifikan dari tahun 2021 sebanyak 64 unit saja). Selain EDC Merchant, terdapat pula peningkatan lebih dari seribu unit mesin EDC BSI Smart (2.069 pada 2021 menjadi 3.149 pada 2022).
Di sisi lain, kehadiran BSI Smart Agent juga menjadi salah satu hal yang penting untuk menghidupkan perekonomian masyarakat. Dengan adanya BSI Smart Agent, maka masyarakat dapat melakukan berbagai transaksi keuangan tanpa harus mencari-cari mesin ATM. Pada 2022 ini terdapat 10.945 mitra (meningkat drastis dari tahun 2021 sebanyak 6.867 mitra saja). Lalu, layanan perbankan yang mudah kepada semua lapisan masyarakat juga diberikan BSI Region Aceh dengan penerbitan QRIS yang masif, dari 7.203 pada tahun 2021 menjadi 17.252 pada 2022. Sedangkan pengguna BSI Mobile juga semakin banyak, yaitu 524.002 user pada tahun 2022 ini (pada 2021 hanya 358.181 user). Berbagai peningkatan kapasitas layanan tersebut tentu menjadi salah satu titik cerah perkembangan BSI di Provinsi Aceh. Tak hanya itu, saat ini pun layanan ATM internasional dari BSI telah tersedia di wilayah Aceh.
BSI sebagai Mitra Strategis Pemerintah
Sebagai unit bisnis, BSI tidak sekedar menyediakan layanan perbankan syariah kepada masyarakat semata. BSI Region Aceh juga aktif menjadi mitra pemerintah, dengan menyalurkan beberapa program pemerintah seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR), Bantuan Sosial (Bansos), Program Indonesia Pintar (PIP), dan Bantuan Subsidi Upah (BSU). Selama tahun 2021 hingga 2022, terjadi pertumbuhan yang relatif signifikan pada poin ini. Penyaluran KUR tumbuh pesat, dari Rp. 1,6 triliun pada 2021 menjadi Rp. 2,74 triliun pada 2022 (meningkat 71,25%).
Lalu penyaluran Bansos melalui BSI Region Aceh juga meningkat tajam dari Rp. 525,06 milyar pada tahun 2021 menjadi Rp. 920,80 milyar pada tahun 2022 (tumbuh 75,37%). Berikutnya, penyaluran Program Indonesia Pintar juga mengalami pertumbuhan sangat signifikan sebesar 4,5 kali lipat (dari 176.814 siswa pada tahun 2021 menjadi 972.501 siswa pada tahun 2022 ini). Sedangkan untuk penyaluran Bantuan Subsidi Upah, BSI Region Aceh pada tahun 2022 ini telah menyalurkan Rp. 54,25 milyar untuk 90.412 tenaga kerja (pada 2021 hanya sebesar Rp. 37,87 milyar untuk 37.876 tenaga kerja).
Salah satu upaya untuk mendorong penguatan implementasi Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah, saat ini BSI juga telah dipercaya menjadi Bank Operasional I (BO-I) untuk penyaluran belanja APBN yang lebih mudah, cepat, dan komprehensif di wilayah Aceh. Disisi lain, BSI Region Aceh juga telah mengimplementasikan Kartu Kredit Pemerintah (KKP) untuk para satker Kementerian/Lembaga. KKP saat ini menjadi salah satu instrumen dalam pengelolaan Uang Persediaan (UP) satker, sehingga belanja pemerintah dapat lebih terkontrol, lebih mudah, aman, dan simple.
Berikutnya dalam pengelolaan rekening pemerintah, BSI sudah menyediakan virtual account (VA) sehingga rekening pemerintah yang ada di satker dapat dengan mudah dipantau, baik oleh kantor pusat/Eselon I satker K/L maupun oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) selaku Bendahara Umum Negara (BUN).
Berbagai capaian di atas membuktikan bahwa kehadiran BSI Region Aceh sangat penting untuk menjadi mitra strategis pemerintah, termasuk dalam hal pelaksanaan APBN di daerah.
Gedung Landmark BSI sebagai Mercusuar Perbankan Syariah
Saat ini, pembangunan gedung landmark BSI Region Aceh sudah dimulai pada awal 2022 lalu. Gedung ini memiliki konsep green building dan akan menjadi gedung tertinggi di Provinsi Aceh, dengan ketinggian mencapai 46,6 meter dan terdiri dari 10 lantai. Pembangunan gedung landmark BSI ini direncanakan akan selesai pada 2024.
Pembangunan landmark Gedung BSI ini menjadi faktor penting. BSI sebagai bank syariah terbesar memerlukan sebuah ikon atau simbol. Dalam perspektif ini, lokasi dimana gedung landmark itu akan diletakkan tentu menjadi hal yang juga perlu diperhatikan dengan seksama. Nah, dalam konteks ini pemilihan Aceh sebagai lokasi gedung landmark BSI tentu menjadi sebuah hal yang tepat. Mengapa demikian?
Jika kita bicara mengenai penerapan prinsip-prinsip syariah di Indonesia secara umum tanpa menyebutkan perihal perbankan, tentu kita akan dengan mudah terbayang dengan Aceh. Ya, Aceh dengan segala bentuk eksotisme Tanah Rencong beserta semua keistimewaan, keindahan alam, dan duka kala dihantam tsunami tahun 2006. Dengan berlakunya Qanun Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pokok-pokok Syariat Islam, maka segala sendi kehidupan masyarakat di seluruh wilayah Aceh harus berlandaskan kepada prinsip-prinsip syariah.
BSI di masyarakat juga tidak hanya berperan dalam sektor keuangan dan perbankan saja. Saat ini, BSI juga telah menginiasi “Desa BSI: Bangun Sejahtera Indonesia”. Desa-desa binaan BSI diarahkan pada komoditas berorientasi ekspor, seperti di Desa Meunasah Asan, Aceh Timur. Desa ini memproduksi bandeng dengan target panen 3 kali setahun, yang diekspor ke Korea Selatan dan Jepang dengan kapasitas produksi mencapai 60 ton per tahun (bankbsi.co.id, 6 September 2022). Sebuah hal penting untuk ikut menggerakkan perekonomian masyarakat Indonesia agar lebih berdaya dan tidak selalu bergantung pada sektor formal.
Secara sederhana kita dapat menganalogikan bahwa jika Aceh sama dengan tanah syariah, maka BSI sebagai bank syariah terbesar harus “menonjol” dari Aceh. Maka, tepat jika ikon BSI dibangun di Tanah Rencong. Kehadiran gedung landmark BSI ini diharapkan tidak hanya sekedar sebagai ikon atau simbol semata. Namun lebih dari itu, BSI Region Aceh diharapkan dapat menjadi sebuah “mercusuar” perbankan syariah di Indonesia bahkan dunia.
Oleh: Muhammad Nur
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Banda Aceh, Kementerian Keuangan
DISCLAIMER: Artikel ini adalah opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan organisasi tempat penulis bekerja saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar