Gayo Lues_Harian-RI.com
Politik itu cair. Itulah dinamika yang kita lihat terkait politik Indonesia dalam beberapa minggu terakhir.
Berawal dari PPP yang keluar dari Koalisi Indonesia Bersatu dan bergabung dengan PDI Perjuangan yang mengusung Ganjar Pranowo. Kemudian disusul dengan resminya bubar Koalisi Indonesia Bersatu setelah Golkar dan PAN memilih bergabung dengan Gerindra dan PKB yang mengusung Prabowo Subianto.
Terakhir, yang mengejutkan Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) digoncang dengan duet Anies-Cak Imin yang dibongkar oleh Partai Demokrat sebelum pengumuman resmi KPP.
Jika melihat tren survei, bongkar pasang koalisi yang dilakukan PPP bersama PDI Perjuangan dan Golkar-PAN bersama Prabowo cukup rasional. Pasalnya, hasil survei bongkar pasang capres-cawapres dari dua koalisi ini masih bersaing dengan sengit. Sementara itu, untuk KPP bongkar pasang capres-cawapres mentok di nama Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono.
Kita lihat saja survei LSI terbaru, dengan elektabilitas Anies Baswedan sebesar 22,2 persen di posisi 3 setelah Ganjar (37 persen), dan Prabowo (35,3 persen), pasangan yang lebih cocok mendampingi Anies adalah AHY dengan elektabiltas sebesar 22,2 persen juga.
Muhaimin Iskandar di mana?
Dalam hasil survei yang sama, nama Muhaimin Iskandar berada di peringkat keenam sebagai cawapres Anies dengan elektabilitas hanya 2,6 persen. Dengan elektabilitas yang kecil, tentu sangat wajar publik bertanya apakah duet ini benar-benar serius maju untuk menang atau hanya untuk cari aman?
*Anies-Cak Imin Koalisi "Sandera"?*
Di luar kalkulasi, duet Anies-Cak Imin yang dibongkar oleh Partai Demokrat tentunya menimbulkan beragam spekulasi. Salah satunya, diungkit kembali kasus-kasus yang menyandera tokoh maupun parpol pengusung Anies.
Misalnya NasDem yang dianggap tersandera oleh kadernya yang tersangkut korupsi BTS dan Syahrul Yasin Limpo (Mentan) yang tengah dipelototi KPK. Banyak anggapan, hal inilah yang membuat NasDem setengah hati mengusung tema perubahan dan bertahan dalam koalisi parpol pemerintah
Lalu capres KPP, Anies Baswedan yang sudah 19 kali diekspose KPK soal kasus Forula E Jakarta. Banyak yang bilang, termasuk Denny Indrayana, menyebut situasi ini menjadi alat untuk menyandera KPP.
Dan jika benar Cak Imin jadi cawapres Anies, tentu ini mengingatkan kembali publik soal skandal 'kardus durian'.
Jadi tidak berlebihan jika publik mengambil kesimpulan, duet Anies-Cak Imin hari ini bukanlah untuk memperjuangkan perubahan yang selalu dinarasikan Anies ke publik, melainkan jalan selamat pasca 2024 meskipun jalan kalah sudah dihitung sejak awal.Ri.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar