Harian-RI.com
DALAM dunia kerja, seorang karyawan tentu akan dituntut bekerja secara loyal (patuh dan setia), profesional (cakap di bidangnya), dan total (utuh) kepada sistem.
Menurut FX Oerip S Poerwopoespito, Direktur Utama KPPSM, yang kerap melatih para profesional perusahaan di bidang sikap mental, loyalitas menjadi satu sarana penting yang harus dicapai pada manajemen sumber daya manusia dalam sebuah organisasi kerja.
Sebab kata Glenn van Dekken, "Loyalitas membuat percaya. Kepercayaan membuat bertahan. Bertahan membuat kita mencintai, dan cinta itulah yang memberi kita harapan."
Beda lagi kata Morihei Ueshiba, "Loyalitas dan pengabdian mengarah pada keberanian. Keberanian mengarah pada semangat pengorbanan diri, yang akhirnya menciptakan kepercayaan pada kekuatan cinta."
Dari sini kemudian muncul profesionalisme, di mana seorang pekerja akan mencurahkan kemampuan dan keahlian yang dimiliki dengan penuh tanggung jawab, disiplin, serta jujur dalam bekerja, sesuai dengan bidang yang ia tekuni.
Jika loyalitas dan profesionalitas bertaut, maka totalitas dalam bekerja pun akan hadir dengan sendirinya.
Namun, untuk mendapatkan loyalitas, profesionalitas dan totalitas, dari seseorang tidak gampang.
Apalagi dalam hubungan antar-manusia selalu dilatarbelakangi tiga unsur, yaitu: inter-aksi, inter-relasi dan inter-dependensi, atau saling berhubungan, saling mempengaruhi dan saling ketergantungan. Faktor emosi sangat dominan di sini.
Akibatnya terbit pemahaman tentang "siapa saya", dan "siapa dia". Akhirnya muncul bias. Sehingga jika pekerja seharusnya loyal, profesional dan total kepada sistem atau profesi, jadi beralih ke orang.
Bagaimana menurut Anda? (Nursalim Turatea)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar