Batam_Harian-RI.com
Isu mengenai kebijakan Kominfo yang dinilai hanya memberikan ruang kerja sama kepada media yang terdaftar di Dewan Pers kembali memicu kritik keras dari berbagai kalangan. Kebijakan ini dianggap bertentangan dengan prinsip kebebasan pers dan berpotensi meminggirkan media independen yang telah berbadan hukum, kredibel, dan profesional, tetapi belum terdaftar di Dewan Pers.
Nursalim Turatea, Ketua Ikatan Wartawan Online (IWO) Indonesia Provinsi Kepulauan Riau, secara tegas menyuarakan bahwa Kominfo sebagai institusi negara tidak seharusnya menerapkan kebijakan diskriminatif yang menghalangi media untuk berkontribusi dalam penyebaran informasi. Menurutnya, dasar hukum di Indonesia tidak pernah mengatur secara eksplisit kewajiban media untuk terdaftar di Dewan Pers demi bisa menjalin kerja sama dengan pemerintah.
“Kominfo Harus Menjadi Fasilitator, Bukan Penghalang”
"Kominfo seharusnya berfungsi sebagai fasilitator yang mendukung keberagaman media di Indonesia, bukan menjadi penghalang. Tidak ada aturan dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang mewajibkan media terdaftar di Dewan Pers untuk bekerja sama dengan pemerintah," tegas Nursalim saat diwawancarai di Batam.
Lebih lanjut, Nursalim mengingatkan bahwa Peraturan Dewan Pers Nomor 03/Peraturan-DP/X/2019 tentang Standar Perusahaan Pers bersifat internal dan tidak mengikat seluruh media di Indonesia. "Pendaftaran di Dewan Pers adalah langkah sukarela, bukan kewajiban. Banyak media yang sudah profesional dan mematuhi kode etik jurnalistik, tetapi memilih untuk tidak mendaftar. Mereka tetap memiliki hak yang sama untuk bekerja sama dengan pemerintah," tambahnya.
Komentar Tegas dari Pimpinan Pusat IWO Indonesia
Melalui sambungan telepon pada Senin, 2 Desember 2024, pukul 15.00 WIB, NR Ichang Rahardian, Pimpinan Pusat Ikatan Wartawan Online (IWO) Indonesia, juga menyoroti kebijakan ini sebagai langkah yang berpotensi melanggar prinsip kebebasan pers.
“Kebebasan pers adalah pilar demokrasi yang tidak boleh diintervensi oleh kebijakan yang diskriminatif. Media yang telah berbadan hukum dan mematuhi aturan jurnalistik sudah memenuhi kriteria untuk bekerja sama dengan pemerintah, tanpa harus bergantung pada status keanggotaan di Dewan Pers,” ujar Ichang.
Ia menekankan pentingnya inklusivitas dalam menjalin hubungan dengan media, baik skala besar maupun independen. "Kami akan terus mengawal isu ini. Media adalah mitra strategis pemerintah dalam menciptakan masyarakat yang informatif. Tidak boleh ada diskriminasi yang meminggirkan salah satu pihak," tambahnya.
Diskriminasi Media: Ancaman Bagi Demokrasi dan Kebebasan Pers
Nursalim memperingatkan bahwa kebijakan yang membatasi kerja sama hanya kepada media yang terdaftar di Dewan Pers berpotensi menciptakan monopoli dan diskriminasi di sektor pers. Hal ini bertentangan dengan Pasal 28F UUD 1945 yang menjamin kebebasan berpendapat, memperoleh informasi, dan menyampaikan informasi.
“Prinsip kebebasan pers yang diatur dalam Pasal 2 UU Nomor 40 Tahun 1999 harus ditegakkan. Membatasi media berdasarkan status administratif sama saja dengan mengingkari hak dasar mereka. Media yang berbadan hukum, mematuhi undang-undang, dan kode etik jurnalistik berhak mendapatkan perlakuan yang setara,” kata Nursalim.
Kominfo Harus Mengedepankan Prinsip Inklusivitas dan Nondiskriminasi
Sebagai lembaga pemerintah, Kominfo diharapkan mengutamakan prinsip inklusivitas. Menurut Nursalim, keputusan kerja sama dengan media seharusnya berdasarkan profesionalisme dan kualitas pemberitaan, bukan semata-mata status pendaftaran.
"Kominfo harus membuka ruang bagi semua media yang telah memenuhi persyaratan hukum untuk bekerja sama. Kebijakan yang diskriminatif ini bertentangan dengan semangat demokrasi dan transparansi yang seharusnya diusung oleh pemerintah," tegasnya.
Ichang Rahardian juga mendesak agar kebijakan tersebut segera dievaluasi. "Kami mendorong Kominfo untuk menciptakan kebijakan yang lebih inklusif dan tidak memprioritaskan satu kelompok media tertentu. Kami siap berdialog dengan pihak terkait untuk mencari solusi terbaik," ujarnya.
Harapan untuk Masa Depan Kebebasan Pers di Indonesia
Nursalim menyampaikan bahwa kebebasan pers hanya dapat diwujudkan jika semua pihak, termasuk pemerintah, menghormati hak media tanpa terkecuali. "Keberhasilan media dalam menjalankan tugasnya tidak ditentukan oleh status administratifnya, melainkan oleh komitmennya terhadap kebenaran, profesionalisme, dan kode etik jurnalistik. Kita harus bersatu menolak kebijakan diskriminatif ini demi masa depan demokrasi Indonesia," tutupnya dengan penuh semangat.
Redaksi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar